Rabu, 08 April 2009

WELCOME CRISIS, LET US FEEL MORE ‘SENSATION’ OF YOU

Roger wiegand, analis klico.com memprediksi keadaan yang lebih buruk pada tahun 2009. dalam tulisannya, ‘our prediction 2009’ ia memprediksi:
1. akan terjadi gelombang kredit macet yang lebih besar dari kredit perumahan
2. terjangan gelombang besar pertama dari kredit macet otomotif
3. lebih dari us $ 40 M kartu kredit yang macet, memukul bank pemberi kredit
4. terjadi geloombang pertama kegagalan kredit dan penyitaan pertokoan, gedung perkantoran dan bangunan bisnis lainya.
5. pukulan akhir dari cds (credit devault swaps) yang hangus. Kabarnya total mencapai us$ 500 T.

Lebih jauh lagi dijelaskan bahwa pengangguran nasional di USA menembus angka 16%. Angka yang diakui pemerintah adalah setengahnya. Tahun 2009 angka pengangguran akan menyamai angka di tahun 1930an yaitu lebih dari 25 %. Bahkan pediksi riil angka pengangguran bisa berkisar 30-40 %. Laporan terakhir memperlihatkan bahwa jumlah orang yang harus diberi bantuan makanan mencapai 11juta orang dengan 700.000 anak kelaparan setiap hari. Kami menduga jumlah yang harus diberi bantuan makanan bisa mencapai 35juta orang. Yang menyedihakan pemerintah tampaknya tidak siap menghadapi bencana ini. Yang lebih buruk, kekacauan karena makanan dan kekerasan kepada kelompok kaya akan menjadi seseuatu yang biasa

Dengan melihat perkembangan kondisi sekarang ini, sepertinya tidak layak dan tidak juga rasional untuk menyebut bahwa kapitalisme adalah akhir sejarah sebagaimana francise fukuyama katakana. Hal ini senanda dengan apa yang dinyatakan sakozy kepada aljazera, ‘sesungguhnya kondisi keguncangan yang dipicu oleh pasar financial amerika telah meletakan akhir bagi ekonomi bebas’. Ia melanjutkan ‘sesungguhnya ide kekuatan pasar secara mutlak dan tidak boleh adanya pembatasan dengan peraturan dan intervensi politis merupakan ide gila. Ide bahwa pasar selalu berada di atas kebenaran juga merupakan ide gila.

Maka, marilah kita sambut kehancuran kapitalisme, dan rasakanlah ‚’sensasi’ akhir hayat kapitalisme. Habis gelap terbitlah terang, kapitalime mati, islam bangkit.

INDONESIA JADI KERAJAAN AJA, YANG GA ADA PEMILUNYA, LEBIH HEMAT.

Pemimpin eksekutif tertinggi di negeri yang pemimpinnya dipilih pake pemilu disebut preseden, dan sistemnya biasa disebut dengan demokrasi. Kalo pemimpin Negara yang dipilih berdasarkan keturunan disebut kerajaan. Dalam system kerajaan pemilu ga kepake, makannya irit biaya, ga kaya sekarang 50 triliyun Cuma milih pemimpin. Jadi dalam hal hemat-hematan memilih pemimpin system kerajaan sepertinya jauh jauh lebih irit. Dalam tinjauan ini demokrasi dan pemilunya knock out, kalah telak pokoknya.

Sepanjang yang saya tahu, yang dosen ajarin, bahwa dalam berbisnis kita harus mempertimbangkan apakan biaya yang kita keluarkan akan setidaknya sebanding dengan keuntungan yang kita dapatkan. Kalo merugikan kita batal aja, tapi kalo sebanding ato mungkin malah untuk patut untuk dilanjutkan. Dan saya piker ilmu ekonomi ini juga relevan untuk diterapkan dalam memilih pemimpin saat ini.

Kalo biaya sekitar 50 T itu bisa memilih pemimpin yang mampu memberikan lebih buanyak, kita perlu mempertimbankan. Misalnya gini, dengan 50T kita bisa mendapatkan pemimpin Negara seperti Umar bin Khatab yang ga mau makan enak, Cuma roti murah yang diolesi minyak ketika masa paceklik dan kekurangan pangan di madinah, bahkan mengangkat dan menyampaikan sendiri makanan untuk rakyatnya. Atau seperti khalifah Harun al Rasyid yang memberikan hadiah hingga 100 dinar untuk para penuntut ilmu. Atau seperti khalifah Al Mustanshir membangun madrasah al Mustanshiriyah yang bebas biaya. Atau seperti sultan Nuruddin M Zanki yang membangun madrasah An Nuriyah dengan sarana lengkap dan bebas biaya. Atau seperti khalifah Umar bin Abdul Aziz yang mampu mensejahterakan seluruh rakyatnya hanya dalam waktu 3 tahun. Kalo pemimpin yang diperoleh seperti itu, saya rasa prlu untuk dipertimbangkan.

Lha kalo sekarang…. Ada yang berani memastikan kalo uang rakyat yang 50 T itu bisa menghasilkan pemimpin idaman? Ada? Terlalu berani kalau ada saya rasa. Pokoknya sekarang gini aja –ni pendapat saya pribadi-, karena sepertinya cost tidak sebanding dengan benefit, maka sebagaimana pertimbangan seorang yang rasional, maka sebaiknya kita tinggalkan saja pemilu. Pokoknya ga urusan gitu.

Ngomong-ngomong, kalo sistemnya diganti ja gimana ya? Kita ganti ja ma yang lain, kerajaan atau imamah gitu, kayaknya lebih baik n lebih irit.

Sabtu, 04 April 2009

Rp 4.727 TRILIYUN BEREDAR PADA PROSES PEMILU 09, BERAPA YANG DIRASAKAN RAKYAT?

Media Umat: seorang caleg golkar mengatakan bahwa seorang caleg DPR Ri harus menyediakan dana minimal Rp 400 Juta. Maka jika calon legislative yang tercatat saat ini berjumlah 11.686 orang untuk DPR maka nilai uang yang beredar untuk aktifitas ini sekitar 4.727 trilyun rupiah. Perhitungan ini belum termasuk pengeluaran dari 471 DPRD kabupaten/kota dan 33 DPRD profinsi yang jumlah calegnya mencapai puluhan ribu orang.

Perhitungan di atas hanya untuk caleg saja, belum termasuk pilpres dan wapres. Sebagai bahwan perhitungan, pada pilpres tahun 2004 pasangan wiranto dan salahudin wahid melaporkan pengeluaran sebesar Rp 86 M, pasangan Megawati Hasyim Muzadi sebesar Rp 84 M, pasangan SBY JK sebesar Rp 74 M, pasangan amin siswono sebanyak Rp 16 M, dan hamzahaz agung gumelar sebanyak Rp 16 M. total keseluruhan sebesar Rp 270 M.

Menurut rizal subiakto CEO hotline advertising memperkirakan tahun 2008 dan 2009 ikalan politik bisa mencapai 3-4 kali lipat lebih besar dari tahun 2007. sementara Irfa wachid dari 25frame Indonesia production menyatakan seorang politikus nasional akan menghabiskan 5-10 M untuk biaya poles diri di hadapan pemilih.
Selain itu penyelenggaraan pemilu 2009 sendiri membutuhkan biaya yang sangat besar. Anggaran formal yang telah disetujui DPR adalah sebesar 14,2 T. Jusuf kalla juga memperkirakan bahwa biaya yang dikeluarkan untuk penyelenggaraan pemilu dan pilkada di Indonesia selama 5 tahun bisa mencapai tak kurang dari 200T.

PERTANYAANNYA, ADAKAH YANG DINIKMATI RAKYAT?

KESEJAHTERAAN ALA PEMILU; AHISTORIS DAN LEMAH KONSEP

Terdapat begitu banyak harapan dan tanggapan terkait dengan pesta demokrasi pada tahun ini. Mencapai kehidupan yang lebih baik dan lebih sejahtera menjadi harapan dan tujuan utama dari penyelenggaraan pemilu kali ini. Hal ini juga terjadi pada pemilu-pemilu sebelumnya dimana selalu membawa nuansa indah dan meyakinkan bagi masyarakat yang telah dan sedang terkungkung dalam kemiskinan sekian lama.

Optimisme terhadap terwujudnya kemakmuran dan kesejahteraan dari penyelenggaraan pemilu begitu deras diluncurkan oleh para praktisi politik dan akademisi pro demokrasi dan pemilu. Keyakinan akan pengeruh positif pemilu terhadap kesejahteraan mungkin sudah begitu dalam menghujam dalam hati dan otak mereka, selain tentu saja karena konsekuensi logis atas dukungan mereka terhadap demokrasi. Karena tidak akan pernah ada demokrasi tanpa pemilu.

Tidak menjadi masalah sebenarnya, karena hal itu adalah hak tiap-tiap individu. Yang menjadi masalah utama adalah kebenaran asumsi dan prediksi mereka akan kaitan yang erat dan sejajar antara kesejahteraan dengan pemilu dan demokrasi.

Asumsi bahwa pemilu dan demokrasi perpengaruh postitif terhadap kesejahteraan perlu dikaji dan dipertanyakan kembali. Belajar dari fakta-fakta terdahulu tentang pemilu dan demokrasi, apabila memang terdapat hubungan yang erat maka dapat dipastikan tidak akan ada lagi manusia-manusia miskin dan terbelakang hingga saat ini, atau setidaknya tidak terdapat jumlah yang berarti. Namun tidaklah demikian pada kenyataannya, pendidikan kita masih semrawut dan konyol, orang miskin masih begitu banyak, busung lapar dan kurng gizi masih menjadi topik-topik berita berhari-hari, makin terbuktinya jargon ‘orang kaya dilarang sakit, tingkat kriminalitas yang makin meninggi, kehidupan dan gaya hidup remaja yang makin tidak beres dan lain sebagainya yang menunjukan bahwa kehidupan saat ini masih sama dengan tahun-tahun lalu, bahkan mungkin lebih buruk.

Maka sebenarnya, jelaslah bahwa tidak ada hubungan sejajar sama sekali antara pemilu, demokrasi dan kesejahteraan, yang ada malah sebaliknya. Dan tentu saja hal yang sama berlaku pada pemilu yang akan kita laksanakan pada tahun ini. Dari sisi bisa dikatakan bahwa harapan dari para pendukung demokrasi adalah ahistoris.

Kemudian apabila ditinjau dari segi konsepsi, maka pemilu dan demokrasi juga berada pada posisi yang sama. Artinya tidak ada relevansi antara keberhasilan pemilu dan demokrasi dengan kesejahteraan. Pemilu hanyalah sekedar mekanisme pemilihan wakil rakyat dan presiden. Terpilihnya mereka hanya menandakan suksesnya penyelenggaraan pemilu saja, tidak lebih. Sehingga tidak berarti tercapainya juga kesejahteraan secara beriringan.

Andai saja ada hubungan yang sejajar tentu dengan terpilihnya wakil rakyat dan presiden maka seketika itu pula kesejahteraan terwujud. Namun hal itu sama sekali tidak terjadi, dan tidak akan pernah terjadi, dan semua masih tetap sama, tetap menderita. Kesimpulannya adalah bahwa pemilu dan demokrasi bukan kunci yang tepat untuk kesejahteraan, bahkan malah sebaliknya, pemilu dan demokrasi semakin menjauhkan kesejahteraan dari masyarakat. Maka dari penjelasan ini, pemilu dan demokrasi tidak mempunyai konsepsi yang mantap.

Jadi, dari tinjauan histories dan konsepsi pemilu dan demokrasi tidak mempunyai hubungan dengan kesejahteraan, bahkan mungkin sebaliknya.

Jumat, 03 April 2009

free sex, safe sex, dan kondomisasi; proyek pembejadan manusia abad 21

KH Dr. Muh. Usman, AFK dalam dalam artikelnya menyatakan bahwa Kondom yang terbuat dari bahan latex yang berpori-pori dengan diameter 1/60 mikron dalam keadaan tidak meregang (dan dalam keadaan meregang lebar pori-pori tersebut menjadi 10 kali lebih lebar). Sedangkan virus HIV sendiri berdiameter 1/250 mikron. Ini adalah hasil laporan dari Konferensi AIDS Asia Pacific di Chiang Mai, Thailand (1995). Dengan demikian, virus HIV jelas dengan leluasa dapat menembus pori-pori kondom, seperti tikus yang dapat keluar masuk melewati pintu rumah. Dapat pula diumpamakan, bahwa besarnya spermatozoid seukuran jeruk garut, sedangkan kecilnya virus HIV/AIDS seukuran titik. Sehingga Direktur Jenderal WHO Hiroshi Nakajima (1993) meragukan efektivitas kondom. Kondom hanya dirancang sebagai alat kontrasepsi, bukan dirancang untuk mencegah HIV / AIDS. Meskipun demikian masih ada yang beranggapan bahwa virus HIV akan ditangkap sel darah putih sehingga tidak dapat menembus pori-pori kondom. Sehingga menjadi tidak rasional jika mengamankan pelaku illegal sexual activity supaya terhindar dari AIDS hanya dengan kondom.

bagaimana, jelaslah sudah mana yang benar, mana yang keliru. mana yang berilmu mana yang bahlul. mari kita ikuti yang sudah pasti dan benar saja, tinggalkan dan lawan yang keliru dan menyesatkan.
tolak pembodohan dan pembusukan masyarakat, lawan dan berantas kondomisasi, safe sex, dan free sex........ and save the generation...

Kasus "Cyber Crime" Indonesia Tertinggi di Dunia

Media umat, 26 Maret 2009: Jumlah kasus "cyber crime" atau kejahatan di dunia maya yang terjadi di Indonesia adalah yang tertinggi di dunia antara lain karena banyaknya aktivitas para "hacker" di Tanah Air.
"Kasus `cyber crime` di Indonesia adalah nomor satu di dunia," kata Brigjen Anton Taba, Staf Ahli Kapolri, dalam acara peluncuran buku Panduan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI) di Jakarta, Rabu.

Brigjen Anton Taba memaparkan, tingginya kasus "cyber crime" dapat dilihat dari banyaknya kasus pemalsuan kartu kredit dan pembobolan sejumlah bank.

Menurut dia, para "hacker" lebih sering dalam membobol bank-bank internasional dibandingkan dengan bank-bank dalam negeri.

Setelah Indonesia, ujar Anton, negara lainnya yang memiliki jumlah kasus "cyber crime" tertinggi adalah Uzbekistan.
(sumber antara)

kalo saya tanya siapa yang salah pasti banyak sekali versi jawaban. begitu juga kalau saya tanya siapa yang bertanggung jawab, pasti banyak argumen juga. kalo dari saya, yang salah dan harus bertanggung jawab adalah pelakunya dan pemerintah indonesia.

Kamis, 02 April 2009

PASPOR, APARTHEID, DAN DOSA NASIONALISME

Pahlawan kaum kulit hitam, Mr Nelson Mandela, telah berjuang begitu gigih dan pantang menyerah untuk menghilangkan politik apartheid yang konyol dan tak berdasar. Masa orang berbeda drajat dan harga dirinya hanya karena warna kulit? Namun itulah kenyataannya, pandangan bodoh dan sangat konyol yang muncul dari komunitas yang menganggap dirinya lebih berperadaban.

Namun untuk saat ini saya yakin, apartheid sudah tidak ada, atau setidaknya sudah jauh jauh berkurang sehingga tentu saja kondisi menjadi lebih baik dan terlihat lebih ‘beradab’. Obama sang Presiden U.S.A. mungkin bias menjadi parameternya, walaupun tentu saja masih ada sebagian yang keukeuh dengan kekonyolannya.

Di Negara kita tercinta, Negara Kesatuan Republik Indonesia, tidak berlaku konsepsi apartheid sama sekali, -mungkin, sejauh yang saya rasakan, karena saya berkulit agak hitem dan diperlakukan istimewa- sebagaimana orang-orang hukum bilang bahwa semua masyarakat sama dihadapan hukum. Bagi Negara yang katannya tidak lebih berperadaban dari orang-orang negeri barat pioneer apartheid, hal ini terasa begitu membanggakan dan menyenangkan.

Namun dibalik itu semua, sadarkah kita bahwa ternyata betapa tidak jauh berbedanya kita dengan orang-orang barat tempo dulu d pendukung apartheid, bahkan mungkin jauh lebih parah dan lebih tidak beradab dari para mantan musuh nelson Mandela yang paling tidak beradab. Konsepsi aprartheid di barat mungkin terlihat sedikit berdasar karena memang pada kenyetaannya terdapat perbedaan yang benar-benar beda. Yang satu hitam, yang satu putih, yang satu terlihat lebih terang, yang lainny terlihat lebih gelap. Jadi ada alas an yang lebih kuat bagi mereka untuk saling membeda-bedakan dibandingkan jika hal itu terjadi di negeri kita, walaupun tentu saja tetap tidak benar.

Saya hanya mencoba menggambarkan, bahwa membeda-bedakan manusia dalam komunitas yang di dalamnya sudah jelas terdapat perbedaan, taruhlah perbedaan warna kulit, sudah dikatakan benar-benar biadab, apalagi membeda-bedakan manusia dalam komunitas yang sama, atau setidaknya hamper serupa maka akan terlihat sangat biadab dari yang paling biadab.

Untuk memperjelas maksud saya, misalnya seperti ini, orang Indonesia dan Malaysia tinggal serumpun. Gaya bahasa, warna kulit, warna rambut, warna mata, ukuran hidung, budaya, agama, dsb. Semuannya hamper sama. Katakanlah Indonesia dan Malaysia dari segi masyarakatnya sama dengan sedikit beda, dan pada kenyataannya memang seperti itu. Maka , menurut saya, samasekali tidak wajar apabila masyarakat diantara dua Negara ini dibeda-bedakan harkat, derajat, dan martabatnya. Bahkan jika kita melihat dari segi agama yang dianut oleh sebagian besar masyarakat Indonesia dan Malaysia sebagian besar adalah muslim. Dan sesame muslim adalah bersaudara, tidak ada yang mempunyai derajat yang lebih tinggi dari yang lain, kecuali karena ketakwaannya. Sehingga jika ada perbedaan diantara keduannya maka saya katakan tidak beradab, sungguh!

Namun alangkah mirisnya kenyataan ini, tahukah kita betapa hinannya orang-orang Indonesia yang menjadi TKI di Malaysia yang dating dengan illegal tanpa surat ijin semacam paspor? Mereka diperlakukan hina, bahkan jauh lebih hina dari para petugas imigrasi yang juga melayu hanya karena lembaran-lembaran tipis yang disebut paspor.

Sungguh saya tidak rela, lembaran-lembaran buatan manusia yang bahkan nilainnya jauh jauh jauh lebih rendah dari manusia yang paling rendah menjadi penentu tinggi rendahnya derajat seseorang, serta menjadi penentu beradab tidaknya perlakuan terhadapnya.

Saya yakin ada yang salah dengan kondisi ini. Dan saya rasa konsep nasionalisme yang mewujud pada bentuk Negara bangsa-lah yang menjadi akar masalahnya. Paham Negara bangsa yang berbasis pada kewilayahan menciptakan mekanisme-mekanisme dan prosedur-prosedur tertentu yang konyol dan egois. Bagaimana bias hanya karena batas wilayah manusia mendapat perlakuan yang berbeda.

Maka saya berpendapat bahwa nasionalisme adalah konsep usang, konsep sempit ala jahiliah yang tidak manusiawi. Masyarakat selluruh dunia seharusnya disatukan dengan persatuan yang hakiki, persatuan yang tidak membeda-bedakan, persatuan penebar keadilan, yang berada pada naungan kepemimpinan superpower yang bersaharja, jauh dari keegoisan

No paspor, no bad treatment, no apartheid, and no NASIONALISM! Wishing the better live by unifying the nations under the wisest leadership!

WHO IS THE TRUTH HOLDER?

Mari kita mulai pencarian ini dengan pertanyaan siapa sebenarnya diri kita. Menjadi menarik dan lebih menantang untuk menelusur jawbah mana yang ‘lebih’ benar dari sekian jawaban atas pertanyaan tadi. Sebagian manusia berpendapat bahwa jawaban yang paling benar adalah jawaban dari kita sendiri, dengan kata lain kita mengadili diri kita sendiri, dan hasilnya pasti benar, karena saya adalah saya sendiri, kamu adalah kamu, dan saya pasti bukan kamu. Jadi yang paling tahu siapa saya tentu saja hanya saya, tidak mungkin kamu.

Sebagian lagi berpendapat bahwa kita adalah sebagaimana orang lain rasakan, atau kita seperti kesan yang orang lain dapatkan.

Mana yang ‘lebih’ benar? Menurut saya, bahwa saya adalah saya, kamu adalah kamu, kamu bukan saya, dan saya bukan kamu. Dan tentu saja semua orang akan mempunyai jawaban yang berbeda-beda , dan itu sah-sah saja. Namun mana yang ‘lebih’ benar tentu saja belum dapat dipastikan, dan entah bisa ataukah tidak. Hal ini karena semua orang benar-benar unik. Semua orang mempunyai karekter dan latarbelakang yang benar-benar khas dan sungguh berbeda.

Dari uraian tadi, maka bisa sedikit disimplkan bahwa seringkali apa yang kira anggap benar dianggap sebaliknya oleh orang lain, dan bahkan mungkin lebih parah dari itu. Juga berlaku sebaliknya, apa yang orang lain katakan kadang kala terdengar begitu mengganggu dan menyedihkan, walaupun orang lain menganggapnya sebagai suatu kebenaran. Atau mungkin juga apa yang menyenangkan untuk kita dianggap sebagai hal bodoh dan menyebalkan untuk orang lain. Begitu pula sebaliknya, hal yang menyenangkan untuk mereka seringkali menjadi hal yang begitu memuakan dan memancing kemarahan.

Perbedaan-perbedaan yang demikian itu juga berlaku dalam menentukan jawaban siapa yang terbaik. Itu merupakan suatu kepastian, dan mungkin akan selalu ada. Jika tidak demikian maka saya yakin tidak pernah akan ada perdebatan yang panjang dalam rapat, tidak akan ada rapat yang menguras waktu dan tenag di DPR, dan juga tidak akan adap perang antara Amerika dan Palestine. Itu semua adalah suatu kepastian dan pasti akan terus ada, bahwa apa yang terbaik menurut kita bisa menjadi yang terburuk bagi orang lain, dan berlaku pula sebaliknya. Maka yang terbaik manakah yang benar-benar terbaik?

Andai saja tidak ada yang benar-benar terbaik secara hakikat, maka saya akan sangat begitu yakin bahwa kehidupan di dunia ini akan menjadi kehidupan yang terburuk. Dan andai saja yang terbaik adalah yang terbaik menurut pandangan masing-masing orang, maka bukan suatu kesalahan jika saya katakan betapa buruknya dunia ini dan betapa bodoh dan piciknya manusia.

Selain dari semua perbedaan di atas, saya yakin bahwa kebaikan yang benar-benar terbaik pasti ada, tidak mungkin tidak. Kebaikan yang terbaik adalah yang terbaik yang berasal dari kebenaran yang paling benar. Kebaikan tidak mesti berasal dari hal yang menyenangkan, atau dari hal yang memberikan banyak kenikmatan. Atau keburukan tidak bisa juga didefinisikan sebagai semua hal yang menyusahkan dan memberatkan kita. Karena kesenangan, kenikmatan, kesusahan dan beban adalah semata apa yang kita rasakan, dan bukan merupakan kebenaran itu sendiri. Kebaikan berasal dari kebenaran, dan kebenaran pasti menghasilkan kebaikan, dan mungkin saja kebenaran dan kebaikan akan memberikan banyak kesenangan, namun sangat mungkin juga kebaikan dan kebenaran memberi kita kesusahan dan kegetiran yang melimpah. Oh betapa terbatasnya manusia, jika hanya menjadikan kesenangan dan kesusahan sebagai satu-stunya jalan dalam menentukan kebaikan dan kebenaran.

Kebenaran bukan relatif, kebenaran tidak berbilang, kebenaran adalah mutlak dan tak berbilang, kebaikan hanya berasal dari kebenaran yang satu, tidak lebih. Kebenaran adalah apa yang menentramkan hati kita, kebenaran adalah apa yang sesuai dengan fitrah dan kodrat manusia, kebenaran adalah apa yang mempu memuaskan akal kita. Kebenaran adalah dari sang pencipta alam semesta yang Esa, yang Kuasa, dan yang Perkasa, tiada kebaikan dan kebenaran selain-Nya. Maka hanya Alloh SWT-lah The TRUTH holder, bukan saya, kamu atau mereka!

CAPITALISM ISN’T WORKING…..

CAPITALISM ISN’T WORKING…

capitalism isn’t working’, salah satu ungkapan dari para pendemo -lebih dari 2000 orang- pendukung kapitalisme di Negara biang kapitalisme, london, inggris. Mereka menentang kondisi buruk yang telah dan sedang mereka rasakan baru-baru ini.


Kasusahan dan kegitiran yang sedang mereka rasakan sesungguhnya berasal dan diciptakan dari ide dan pandangan mereka sendiri. Mereka mendukung kapitalisme dengan berbagai dalil yang logis dan argumentatif, setidaknya menurut mereka, hingga hampir-hampir semua negara di seluruh dunia mengg-iyakannya dan turut serta mencoba menjalankaanya, berharap mendapat apa yang biang kapitalisme peroleh, kesejahteraan.


Namun sekarang kondisi telah berubah, argumentasi yang mantap dan prediksi mereka dengan didasarkan pada beragam asumsi tentang hubungan yang erat antara kesejahteraan dengan kapitalisme akhirnya terpatahkan dalam sekejap. Maka jelaslah sekarang, bahwa mitos hebat yang sejuh ini terlanjur mengendap ke otak dan hati kita tidak lebih hanya fatamorgana belaka. Sehingga wajar menurut saya bahwa pada akhirnya manusia di seluruh dunia berbalik arah untuk mengecam kapitalisme, bahkan dari pendukung setiannya seklipun, hingga seprtinnya tidak ada lagi pilihan lain untuk kapitalisme selain memutuskan untuk mati perlahan-lahan atau seketika.


So what..................

Adakah sisa-sisa harapan yang bisa dinanti-nanti untuk kemudian menjadi kenyataan? Tentu tidak. Tidak ada lagi harapan, semua sudah begitu jelas, semua terlihat begitu pasti, kapitalisme akan hancur baik biangnya maupun negara-negara pengikutnya. It’s just the matter of time............

Maka menjadi sama sekali tidak logis apabila masih ada manusia yang masih jatuh cinta, tergila-gila, dan menaruh harapan yang begitu besar pada kapitalisme, kecuali untuk mereka yang buta.


Lalu, sekarang bagaimana.......

Karena kita sudah demikian lama berjuang bersama-sama dengan partner ’hebat’ kita, namun tak kunjung kesampaian, dan memang tidak akan mungkin kesampaian, dan di lain sisi Mr Capitalisme sedang sekarat didekap maut, maka hanya tersisa dua pilihan. Pertama, untuk menunjukan betapa cinta dan setiannya kita pada kapitalisme, kita mati dan hancur bersama-sama. Kedua, kita melarikan diri dari kapitalisme, kemudian berbalik untuk ikut serta dalam usaha mempercepat kematian kapitalisme biar cepat mati, kemudian kita mencari penggantinnya yang lebih cantik.


Kedua-duanya bebas untuk dipilih, bahkan begitu bebas. Memilih yang petama boleh, atau yang keduapun tidak mengapa. Nanti juga akan terlihat mana yang waras dan mana yang gila.


Good bye baby....good bye capitalism....... and welcome the another pretty one………